Siang itu begitu terik di Tarakan, ibukota Kalimantan Utara — provinsi ke 34 Indonesia yang baru saja diresmikan tahun 2012 lalu. Seusai melahap kepiting kenari dan hampir ketinggalan sholat Jumat, kami bergegas menuju Pelabuhan Tarakan dimana speedboat yang kami sewa menuju Derawan sudah menunggu.
Derawan punya dua jalur masuk. Lewat Tarakan di Kalimantan Utara dan lewat Berau di Kalimantan Barat. Untuk menuntaskan misi menginjakan kaki di seluruh provinsi di Indonesia, saya pun membeli tiket pesawat berangkat lewat Tarakan dan pulang lewat Berau.
Saat hampir sampai di Pelabuhan, bapak supir mobil bertanya, “Mau lihat monyet Belanda dulu, nggak?”
Saya mengira ini monyet memang asli dari Belanda. Ternyata, kera bernama Bekantan ini memang endemik pulau Kalimantan! Kalau pernah melihat maskot Dufan, pasti pernah yaaa lah yaa? Kera berhidung mancung yang selalu nampak gembira itu adalah kera Bekantan ini.
Mobil kami berhenti di sebuah gerbang bertuliskan ‘Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan’. Kawasan ini memang hutan mangrove, karena memang dekat sekali dengan laut. Kera hidung panjang dengan rambut coklat kemerahan ini ternyata menyukai pucuk-pucuk daun bakau yang tumbuh subur di pesisir Tarakan. Tak heran mereka pun hidup dan berkembang biak disini.
Bekantan, menurut saya adalah kera paling tampan diantara kera lainnya. Hidungnya mancung. Bahkan terkadang terlampau mancung hingga terlihat berjuntai saat ia bergerak. Namun sayang, perut buncit-nya pun tak mau kalah mancung dari hidungnya.
Bekantan bukan keluarga monyet ( simpanse) melainkan dari keluarga kera (ape). Ia sering disebut monyet belanda oleh orang-orang karena hidungnya yang mancung mirip orang-orang di Belanda sana.
Kawasan ini sangat enak untuk berjalan-jalan santai di atas jalan kayu yang membelah hutan mangrove ini. Tapi memang di kawasan ini banyak terdapat nyamuk. Sesekali kami melihat ular-ular kecil sedang bertengger di pohon.
Di salah satu sudut hutan ini terdapat sebuah rumah panggung yang biasa digunakan untuk memberi makan para Bekantan. Saat kami menaiki panggung, mereka tak nampak disana. Petugas sudah memberitahu kami kalau saat kami disana bukan jam untuk memberi mereka makan, sekitar jam 9 pagi dan jam 4 sore.
Namun saat kami hendak bertolak keluar, kami mendengar ada suara-suara aneh di kejauhan. Ternyata ada beberapa ekor bekantan yang sedang bertengger di atas pohon! Melihat suara dan gerakannya, nampaknya ia sedang menarik perhatian seeokor betina.
Saya punya hanya bisa memotret dari bawah dengan lensa yang tidak terlalu tele. Hasilnya seperti pada foto pertama di atas, walaupun itu sudah di crop juga sih, hehe.
Setelah beberapa jepretan, si kera yang pemalu ini pun tetap diam di tempatnya. Ia memang pemalu dan tidak ‘bandel’ seperti kera-kera ekor panjang lainnya. Namun saat difoto, ia selalu menunjukan pose terbaiknya. Kamipun melanjutkan perjalanan laut yang cukup panjang ke pulau Derawan.
Sampai bertemu lagi, kera ganteng! Pamit ke Derawan dulu!
Ganteng Ganteng SiBekantan hehe
Dia galak gak sih kak ?
Nggak sama sekali, pemalu malah. gak kayak monyet2 yang suka curi makanan manusia :D
Jadi pengen ketemu :D
ganteng tapi pemalu… gua banget nih… (tutup muka
*lempar hermes*
Kalo aku sech jujur ngaku ngak “Ganteng” tapi aku “NGANGENIN”
BUBAAAR WOYYY BUBARRR! :)))
Kalau yang liar di sini banyak kak..begitu liat manusia langsung kabur dia…
kamu liar ya, kak? *lah*
“Encounter” pertama gw dengan bekantan adalah di komik Tintin, Penerbangan 714 :-)… setting-nya di daerah Nusa Tenggara sih, walau ada si kera ini… baru ngeh kalo sebenarnya endemik di Kalimantan…
monyet ini di Brunei juga ada kan ya… dec kmrn aku baru dr sana mas..kita jln2 naik boat di kp ayer, dan tukang perahunya bawa kita ke pinggir hutan yg katanya bnyk bekantan… memang bnyk, tapiiiiiiii, hasil jepretanku lbh parah . kamu mah msh mnding kliatan muka ama bdn gitu ;p
lah aku cuma kliatan ekor ato pantatnya -__-
belum pernah liat langsung si bekantan ini, jadi mau main kesana
Silakan gan :)