“Mesin kapalnya rusak mas, paling nanti kapal satu lagi menuju Siak jam setengah tiga sore,” kata seorang kru kapal di Pelabuhan Duku, Pekanbaru.
Padahal saya sudah pagi-pagi ke Pelabuhan untuk menuju salah satu kabupaten penghasil minyak di Riau itu. Saya berencana untuk melakukan perjalanan pulang pergi satu hari saja ke Siak. Karena tak banyak yang bisa saya lihat di Pekanbaru.
“Di Pekanbaru mah gak ada apa-apa. Mau ngapain kesana?” kata seorang kawan ketika saya memberitahu kalau saya dapat tiket pesawat promo Jakarta-Pekanbaru.
Kawan saya itu memang tak sepenuhnya salah. Kota yang merupakan pusat perdagangan minyak ini memang minim atraksi pariwisata.
Namun ketika saya jalan-jalan di pusat kota, saya menemukan banyak gedung dengan arsitektur yang bisa dibilang unik dan megah.
Dari jalan protokol, nampak kantor Gubernur Riau yang menurut saya lebih mirip Hotel di Marina Bay Singapura daripada tipikal kantor pemerintahan di Indonesia. Jika malam hari, gedung sembilan lantai ini akan memancarkan sinar berwarna-warni dari kaca-kacanya.
Tak jauh dari kantor Gubernur Riau, ada bangunan lain yang tak kalah megah dan unik yaitu. Perpustakaan Soeman Hs. Gedung ini berbentuk sebuah buku yang sedang terbuka dengan pilar-pilar kuning yang menyangganya. Perpustakaan ini buka dari pukul 8 pagi hingga pukul 4 sore. Dengan ruangan yang punya kondisi tenang dan full AC, tempat ini bisa jadi tempat warga pekanbaru yang ingin tempat kerja atau belajar yang kondusif.
Beberapa gedung lain yang tak kalah menarik adalah Masjid. Masjid-masjid disini punya warna yang mentereng khas Melayu. Dan beberapa gedung lainnya seperti yang saya tangkap di foto di bawah ini.
Kembali ke perjalanan saya menuju Siak. Pilihan saya tinggal sewa kendaraan sendiri atau naik ‘travel’. Menyewa mobil bukan pilihan karena saya hanya traveling sendirian. Penyewaan motor yang saya googling di internet tak ada respon. Akhirnya ketika bertanya ke resepsionis hotel, dia menyarankan untuk naik travel saja yang akan berangkat jam 10 pagi. Agak siang sing, tapi tak apa. Toh saya hanya ingin mengunjungi tiga buah lokasi yang tak berjauhan : Istana Siak Sri Indrapura, daerah pecinan siak, dan Jembatan Siak.
Perjalanan darat Pekanbaru – Siak jalanan sangat mulus. Namun pemandangan sudah dapat ditebak, hampir lebih dari setengah perjalanan pemandangannya adalah kebun kelapa sawit. Sama seperti yang saya lihat dari atas jendela pesawat.
Dua setengah jam kemudian, saya sudah sampai di Siak Sri Indrapura. Sri Indrapura adalah bahasa sansekerta yang berarti Kota Raja yang bercahaya. Kerajaan di Semenanjung Malaka ini pernah mencapai masa keemasan pada abad 19 silam.
Memasuki kota Siak, pemandangan kelapa sawit perlahan hilang dan berganti dengan gedung-gedung yang tak kalah heboh dengan Pekanbaru. Bedanya adalah, jika di Pekanbaru sangat ramai, jalan di Siak cenderung sepi. Kontras dengan jalanan di kabupaten pulau lainnya seperti Kalimantan ataupun Papua. Jalanan lebar dan jembatan yang terbilang megah untuk kabupaten kecil ini, sudah pasti anggaran belanja yang dimiliki Siak tidaklah sedikit.
Mobil travel yang saya tumpangi langsung mengantar saya di depan Istana Siak. Mobil travel disini masih door to door, saya dijemput di hotel saya di Pekanbaru, dan diturunkan di tempat yang kita inginkan di kota tujuan.
Istana berwarna putih kecoklatan ini punya arsitektur gabungan melayu dan eropa. Istana ini adalah saksi masa keemasan Siak Sri Indrapura saat ribuan kapal dagang selalu berlalu lalang di Selat Malaka dan berlabuh di Siak. Kerajaan ini punya hubungan baik dengan negara koloni macam Inggris maupun Belanda sehingga berkembang pesat pada waktu itu.
Bahkan saat bergabung dengan Indonesia yang merdeka, Sultan Siak yang saat itu disandang oleh Sultan Syarif Kasim II menyumbangkan 13 juta gulden kepada tanah air. Kalau dirupihkan saat ini, jumlahnya sekitar 1.1 trilyun rupiah. Jumlah yang cukup fantastis dan sangat membantu untuk negara yang baru saja merdeka.
Saya melepas alas kaki dan masuk ke dalam Istana. Di dalam istana terlihat beberapa hiasan khas Eropa era revolusi industri.
Saya pikir Istana Siak ini akan nampak seperti museum kumuh tak terawat di kabupaten kecil yang jauh dari kota. Namun saya salah, Istana di kabupaten yang kaya dengan minyak ini benar-benar terawat.
Taman depannya punya rumput hijau yang ditata dengan baik, ditambah bunga-bunga kecil yang masih segar. Dinding istana nampak bersih, tak ada bekas air hujan atau kotoran yang berarti.
Koleksi di dalamnya pun cukup terawat, masih menunjukan sisa-sisa kejayaan salah satu kerajaan melayu di selat Malaka ini. Tempat tinggal Sultan Syarif kasim yang merupakan pahwalan nasional dan penasehat pribadi presiden soekarno ini menjadi tempat darmawisata anak-anak sekolah dasar. Mereka nampak senang sekali masuk ke Istana seperti yang biasa diceritakan di dongeng-dongeng. Sultan Syarif Kasim 2 dimakamkan tak jauh dari Istananya, tepat di sebelah Masjid Raya Syahabudin Siak.
Berseberangan dari Istana Siak, bangunan-bangunan bercat merah menarik perhatian saya. Ternyata ia adalah salah satu restoran melayu yang menunya mirip seperti nasi padang.
Tak disangka, ternyata sepanjang jalan tersebut semua bangunannya berwarna merah! Saya sudah menebak ini adalah daerah pecinan. Kebanyakan bangunan-bangunan merah ini adalah toko. Uniknya, plang nama toko juga bertuliskan tulisan Arab. Dan para pedagang disini campuran antara keturunan Arab-Melayu dan Tionghua.
Bagaimanapun, ini adalah tempat yang sangat instagram-able.
Gedung-gedung merah ini juga terletak di pinggiran sungai Siak. Ada semacam waterfront yang menjadi taman kota disini. Tempatnya bersih, luas, dan enak untuk bersantai sore. Banyak warung kopi yang bisa jadi tempat bersantai sambil bercengkrama dengan kawan. Matahari perlahan turun, sayapun teringat saya harus mengejar speedboat terakhir untuk kembali ke Pekanbaru.
tercatat kata Instagram-able wkwkw
itu daerah pecinan kalo malem kayaknya bagus banget ya? yang jelas sih bangunan bangunannya megah megah banget om. keren!
Kalau lagi sunset kayaknya bagus, langitnya biru dan bangunannya kontras berwarna merah.
nggak ada apa apa? lah ini?
kawan bang wira salah.. yang nggak ada apa-apa menurut orang lain, akan selalu ada “apa apa” ditangan bang wira..ajib.. jadi pengen main2 ke sana.. tapi.. lahan sawitnya :(
Aku pun mikir begitu waktu ke Pekanbaru, tapi ya tergantung sudut pandang aja sih. Kalau mau cari landscape indah2 disini ya susahh :))
Perpustakaan yang di atas dulu sempat terdengar mewah ketika akan dibangun. Sekarang tak ada kabarnya lagi. Katanya kalah mewah dengan yang ada di Jogja dan perpustakaannya UII.
Sepanjang jalan lengang kayaknya. Jadi asyik kalau berkendara :-D
Sayang saya nggak sempat masuk ke perpustakaannya karena sudah jam 4 lewat hehe.
Landscape indah disini emang susah mas. Kami warga pekanbaru suka ke propinsi sebelah buat refreshing heheee.. Btw jadi pulangnya naik speedboat mas? Seru hehee
Hihihi begitu ya? Nggak jadi, akhirnya naik travel lagi karena gak terkejar waktu :))
wah di pekan baru banyak spot keren ternyata
Nggak banyak sih, tapi ada kalau kita jeli hehe.
banyak spot kota pusaka juga ya. dan kawasannya tertata, bersih, terjaga.
Saya paling terpesona saat lihat hotelnya, bener banget hampir sama seperti di Marina Bay..
Itu bukan hotel tapi gedung gubernur, tapi mirip hotel di sin itu memang ;)
Wah masjidnya megah2 ya…..bangunan lainnya juga terlihat megah, sepertiya suasana sekitar lebih bersih dari pada Jakarta ya
Bangunan merahnya cakep banget!
Modelnya juga ketje…
Bangunannya megah-megah ya mas.
Kondisinya juga bersih.
Itu berapa jam perjalanan dari pekanbaru ke siaknya mas?
saya kagum banget sama bangunan mesjidnya,,
Aku dulu kepengen banget mampir ke perpustakaan di Siak ini. Semoga bisa ke sana dalam waktu dekat. Aminnn :)
Ehhh perpustakaan yang manaaahh???
waktu ke Riau kemarin gak sempat ke Siak, waktunya mepet. padahal udah direncanain ke Istana itu. bagian dalamnya keren.
eh, waktu ke Pekanbaru gak ke Anjungan seni Idrus Tintin? wah bangunannya megah loh, cuman bagian dalamnya biasa aja,
saya suka cara bercerita bang wira,, keren bang.