Kembali ke Sawarna

9

Deru ombak pantai sawarna berhasil memanggil saya kembali menyapanya untuk kedua kali. Masih teringat ketika saya pertama kali mengunjungi sawarna: indahnya hamparan pasir putih pantai ciantir, akuarium alami di laguna pari, dan megahnya batu layar.

Kali ini saya ingin menikmati sawarna dari dekat. Karena itu, saya memilih hotel berbintang persis di pinggir pantai. Bukan sekedar hotel berbintang lima, tapi berbintang sejuta!

Sore itu, setelah menikmati angkutan khas daerah pedalaman jawa selama beberapa jam, sampailah kami di depan gerbang desa sawarna.

Entah mengapa, it feels like home. Bukan, bukan karena saya pesut yang kembali ke habitatnya. Tapi memang tempat-tempat yang masih alami di tanah air tercinta ini selalu membuat saya ingin mengunjunginya lagi dan lagi.

Petualangan kami dimulai dari jembatan gantung desa sawarna. Sebetulnya jembatannya biasa saja, tetapi saat saat selesai melewati jembatan, saya merasakan gempa bumi yang lumayan! Saya sudah parno sebelum saya tersadar itu cuma efek gara-gara melewati jembatan gantung yang bergoyang-goyang.

Sekali lagi saya menginjakan kaki di pantai Ciantir. Hamparan pasir putih yang luas serta matahari sore menyapa kami. Bagai turis norak sayapun langsung ambil pose untuk mengambil gambar.

Pantai lumayan sepi saat itu, mungkin karena saya datang bukan pada saat weekend. Saya hanya berpapasan dengan beberapa orang yang juga berasal dari Bandung.

Di kejauhan kami melihat batu layar yang berdiri tegap. Disitulah tenda kami akan berdiri. Perlahan saya langkahkan kaki menuju kesana. Saya biarkan kaki ini bersentuhan langsung dengan pasir pantai ciantir yang lembut, sudah lama saya tidak merasakan sensasi seperti ini.

Padahal musim hujan, tapi entah mengapa kami tidak merasakan hujan sama sekali di sawarna. Bahkan saya merasa sangat gerah di dalam tenda dan kemudian sayapun pindah tidur di luar.

Beratapkan jutaan bintang, hati ini terasa tentram. Sungguh sangat indah. Bintang – bintang itu seakan mengingatkan saya untuk mensyukuri segala nikmat-Nya.

 

Pagi harinya saya menyusuri sisi timur pantai sawarna. Mulai dari tanjung layar hingga ke timur, pantai sudah didominasi karang, bukan lagi pasir putih. Gunakan sepatu-sandal untuk kenyamanan.

Sedikit berjalan dari pantai Tanjung layar, akan kita temui sebuah laguna. Orang disini menyebutnya Lagoon Pari. Bagian laut disini sangat tenang karena ombak sawarna yang terkenal hebat sudah ditahan oleh karang-karang besar di tengah laut.

Lagoon pari nampak seperti laguna pada umumnya. Namun coba perhatikan lebih dekat, perhatikan celah celah karang. Maka ikan-ikan kecil yang indah bisa kita lihat disini. Laguna pari adalah akuarium alami di sawarna!

Kami menyusuri lagoon pari hingga sudah berubah menjadi pantai ombak kembail. Saat kembali ke tanjung layar, kami melewati perbukitan di atas untuk jalan memutar. Sempat tersesat disini, tetapi ada seorang Ibu petani yang baik hati menuntun kami ke jalan yang benar. Namanya ibu Eti, terima kasih Ibu!

Sebenernya tidak banyak yang kami lakukan disini. Siang hari kami hanya memasak, tidur-tiduran di hammock, minum kelapa dan ngobrol ngalor ngidul. But that time I really enjoy sawarna to its fullest!

Hari berikutnya kami menyusuri arah barat pantai Ciantir. Berdasarkan insting gila saya, saya berfikir kalau kita jalan terus sampai ujung barat pantai lalu naik ke atas bukit, maka akan sampai ke kota bayah. Tiga orang teman saya dengan polosnya mengikuti keinginan saya wahahaha *tertawa culas*

Perjalanan pun menjadi cukup hectic. Saya melewati muara yang cukup deras dan dalam, hingga kami berjalan sambil berpegangan satu sama lain agar tidak ikut terbawa arus. Muara terlihat dangkal, tetapi makin ke tengah hampir menyentuh pinggang kami. Alhasil celana terakhir kami jadi basah semua.

Masih menyusuri pantai ketika kami memutuskan untuk memotong jalan ke pemukiman penduduk. Lagi-lagi harus menyebrang sungai. Tetapi kali ini sungainya tenang, tidak seperti sebelumnya. “Ah, cincay gini doang mah”, benak saya.

Dengan pede-nya saya lansung nyebur ke sungai buat nyebrang. Jreng-jreng ternyata sungai ini berlumpur! Dan lumpurnya bau got. Dan dengan ini saya sukses membuat badan yang belum mandi dua hari ini jadi tambah bau.

Setelah bertanya-tanya ke penduduk sekitar, ternyata kota bayah masih jauh! masih sekitar 10 km lagi. Akhirnya ada tukang ojek yang menghampiri kami dan menawarkan tumpangan ke bayah. Kami pun sepakat 20 ribu rupiah sampai bayah dan boleh berhenti di jalan buat foto-foto hehe.

Pemandangan saat perjalanan sangat eksotis. Banyak sekali pantai-pantai bersih yang sangat menarik untuk dikunjungi seperti karang taraje atau pulo manuk. Bahkan, sayah melihat pantai berpasir merah muda. Entah ini benar atau hanya imajinasi saya.

Sesampainya di bayah, kami mencari elf ke sukabumi. Sebetulnya ada satu destinasi yang belum kami kunjungi yaitu pantai Papuma, sekitar enam kilometer lagi dari pusat kota Bayah. Waktu juga yang membatasi kami untung berkunjung kesana, save it for next time!

 

9 COMMENTS

  1. hai wira saya rizkita dari tabloid wanita indonesia. saya sedang membuat artikel tentang pantai sawarna dan tertarik ingin mewawancarai kamu. bisa via telfon atau email. reply me ASAP ya :)

    my phone number 0856 920 72279

Bagaimana menurutmu? Silakan tinggalkan komentar dibawah ini ya! :')