Ini pertama kalinya saya memotret wedding menggunakan kamera mirorrless, khususnya Fuji XT1. Terakhir kali saya memotret wedding, saya masih memakai Canon 5d si full frame tua yang klasik itu. Saya agak skeptis dengan kemampuan AF mirorrless sampai saya mencoba Olympus EM5 beberapa tahun lalu.
Untuk Fuji sendiri, saya baru merasa XT1 adalah kamera fuji yang benar-benar bisa diandalkan AF-nya. Generasi sebelum itu, seperti XPro1, XE1, saya tak bisa percaya karena kemampuan AF-nya dibawah standar saya. Meskipun saya lebih suka warna Fuji dibanding kamera lainnya, tapi kemampuan AF, kecepatan handling, tak bisa membuat saya beralih dari micro 4/3.
Untuk memotret pernikahan kawan saya ini, saya berkesempatan menggunakan Fuji X-T1 dengan lensa 16 1.4 dan 35 1.4. Kamera Olympus EM10 saya kenakan lensa tele 40-150 untuk momen yang dimana saya tak bisa mendekat. Rekan saya om Bolang juga pakai kamera micro 4/3 Panasonic GX7 untuk mengambil video. Saya sangat berharap fuji memperbaiki kualitas videonya karena saya sangat suka output warna fuji. Pasti terlihat sangat bagus di video. Untuk saat ini, kamu pasti bercanda kalau menggunakan fuji untuk video hehe.
Saya mulai saat si pengantin dandan di kamar hotel. Disini saya cukup pakai 16 mm saja. Lensa ini sangat cantik. 16 mm di Fuji ekuivalent dengan 24 mm di full frame. Namun diafragma 1.4 tetap membuat lensa ini bisa memisahkan object dengan background.
Baik, mari lihat foto-fotonya dulu.
Lensa 16 1.4 sangat cepat AF nya dan akurat. Lain cerita dengan si 35 1.4, lensa ini agak terasa pergerakan motornya dan AF nya lebih lambat dibanding 16mm. Sepertinya sudah diperbaiki di lensa 35 f/2 yang baru.
Apalagi kalau focus saat keadaan subjek backlight. Good luck saja kalau pakai lensa 35 1.4.
Mungkin karena pernah menjalani bisnis slide dan film negative untuk kamera analog dulu, fuji jadi mengerti warna yang renyah. The thing is, warna fuji tidak merepresentasikan kenyataan. Tapi entah kenapa, enak dilihat. Fuji Provia, settingan standar saja sudah..ah gimana menjelaskannya ya, semua foto disini pakai provia saja tanpa diatur macam-macam.
Saya juga senang dengan settingan classic chrome, mirip seperti tone warna “positive film”-nya Ricoh GR yang juga saya miliki. Klasik, rendah saturasi, dengan kontras tinggi menyajikan warna yang sangat subtle. Tapi jika high-iso jpeg saya merasa dynamic range menurun drastis sehingga micro-contrast (misalnya detail rambut menjadi hitam, hilang detail) menjadi menurun.
Look at these healthy skin tone directly out of camera :
Yang foto om mister ini benar-benar jpeg asli dari kamera. Film simulation fuji provia. Joss.
Kesimpulan
- Lensa 16 1.4 adalah salah satu lensa terbaik fuji. Lensa lebar dengan aperture tinggi membuat hasil fotonya unik. Sangat cocok untuk foto dokumenter. Mungkin kalau disuruh memilih satu lensa saja untuk dipakai, saya akan memilih lensa ini. Belum ada merk mirrorless lain yang punya lensa seperti ini (kecuali DSLR, banyak hehe). Olympus punya 12 f/2 yang juga bagus namun masih karena 16 mm ini punya 1.4 tetap saja hasilnya lebih “3d”
- Lensa 35 1.4 secara optik sangat bagus. Namun AF masih payah jika cahaya backlight ataupun kondisi low light.
- XT1 sudah sangat mumpuni untuk memotret dengan pace yang tinggi seperti memotret wedding. Walaupun saya belum coba C-AF nya. Saya masih belum percaya ada mirrorless yang C-AF nya bisa dipakai secara professional.
- Baterai dari full hingga kosong saya hitung sekitar 250 frame dengan menggunakan EVF. Bawalah sekitar 3-5 buah untuk pemotretan seharian.
- Warna jpeg fuji untuk skin tone sangat mantap. Sekian.
- Tapi saya sulit mengemulasi warna jpeg fuji jika memakai RAW. Jadi lebih kekuningan. Saya pakai Adobe lightroom btw.
Overall, baru kali ini saya tidak berkata “meh” kepada fuji. Saya bahkan mencoba kamera terbarunya yaitu fuji X-Pro 2 yang terbaru dan saya merasa kamera ini baru betul-betul yang standar teknologinya menyamai merk-merk lain. Contohnya saja saat mengakses menu dan memilih salah satu option, misalnya memilih kualitas foto — kamera akan butuh loading sekitar 2 detik untuk mengganti setting. Di X-Pro 2 semuanya serba cepat. Handling sangat meningkat apalagi dengan ditambahkannya joystick untuk memilih langsung titik autofokus ( seperti canon 5d/1d series) Autofokus sangat terasa perbedaannya di low light, EVF tidak lagi nge-lag. Hanya saja yang saya sayangkan LCD nya fixed tidak bisa bergerak, dan dial ISO yang desainnya sangat bagus namun sama sekali tak praktis karena harus mengangkat dial shutter speed baru bisa memutarnya.
High ISO-nya pun sangat lumayan. ISO 12.800 nya adalah native dan bukan di-push. Ini contohnya. Tapi ini jpeg ya, saya belum bisa buka file RAW-nya yang besarnya 50 mb satu foto itu (uncompressed):
Saya cukup tertarik dengan fuji X-Pro 2 ini, jika ada kesempatan saya akan segera menulis review tentang kamera ini.
Terima kasih!
—
Disclaimer : Post ini tidak disponsori oleh siapapun kecuali yang lagi baru saja manten diatas.
Bagaimana menurutmu? Silakan tinggalkan komentar dibawah ini ya! :')