Menuju Wae Rebo

52
Good morning from Wae Rebo.
Good morning from Wae Rebo.

Saya akhirnya tahu mengapa para wisatawan asing jatuh cinta ke Wae Rebo.

Padahal, biaya ke sana terbilang cukup mahal. Sudah begitu, perjalanannya yang harus trekking naik gunung selama tiga jam itu sama sekali tak mudah!

Bukan hanya karena keindahan alamnya, namun karena kehangatan orang-orang disana.

Mereka rindu akan suasana yang tidak individual. Di Waerebo, satu rumah mbaru niang – rumah berukuran kerucut dengan diameter sekitar 11 hingga 15 meter bisa diisi hingga enam buah keluarga. Dengan dapur dan tungku bersama untuk mencari hangat di tengah-tengah rumah, suasananya memang terasa sangat kekeluargaan.

Ada sebuah anekdot tentang orang Flores.

Sekali mereka tersenyum, hilang sudah neraka di wajah mereka!

Wae Rebo Lodge di Dintor
Wae Rebo Lodge di Dintor

Karena, walaupun wajah mereka terbilang agak ‘sangar’ bagi sebagian orang non-flores. Namun mereka sangat ramah dan mudah tersenyum. Cobalah tersenyum sedikit, mereka akan membalasnya berkali-kali lipat.

Saya pun jatuh cinta ke Waerebo. Dan juga Flores, berkali-kali.

Seusai sholat idul adha, saya bersama Donna – rekan perjalanan yang baru saya kenal di Labuan Bajo  –  langsung menuju ke Ruteng. Untuk melanjutkan perjalanan dengan Ojek ke Dintor, desa terakhir yang bisa diakses kendaraan sebelum Wae Rebo.

Ini adalah ojek termahal sepanjang sejarah saya naik ojek. 150 rebu!

Tapi, melihat perjalanannya yang selama dua jam. Dengan kondisi hujan melewati bukit terjal, masuk hutan, dan lewat pinggir pantai, pun sudah terlalu sore dan hujan. Saya agak memakluminya.

Perjalanan ojek dua jam melewati sawah, naik gunung, lembah...
Perjalanan ojek dua jam melewati sawah, naik gunung, lembah…
Hingga pesisir...
Hingga pesisir…
Seharusnya naik ini lebih murah dari Ruteng. Jadwalnya siang, tapi nggak jelas jam berapa. Kalau dari Dintor menuju Ruteng, biasanya ia berangkat jam 4 pagi. Ongkosnya hanya 30 ribu kalau tak salah.
Seharusnya naik ini lebih murah dari Ruteng. Jadwalnya siang, tapi nggak jelas jam berapa. Kalau dari Dintor menuju Ruteng, biasanya ia berangkat jam 4 pagi. Ongkosnya hanya 30 ribu kalau tak salah.

Bagian belakang saya jadi agak mati rasa setelah melewati perjalanan itu.

Di Dintor, kami menginap semalam di Wae Rebo Lodge, sebuah homestay berbentuk bungalow yang berada di tengah sawah.

Saya pikir Dintor itu sudah dataran tinggi seperti Ranupane. Ternyata, Dintor terletak di tepi pantai! Di seberang dintor, terlihat pulau yang seperti datang dari zaman purbakala. Pulau Mules namanya. Ada satu gunung yang runcing mirip seperti puncak menara gedung BNI tertinggi di Jakarta itu. What a sight.

Pak Martin, pemilik homestay yang juga orang Wae Rebo yang ‘turun gunung’, bercerita banyak tentang kampung asalnya tersebut. Pak Martin ini adalah salah satu orang yang berjasa untuk membuat kampung Wae Rebo ini menjadi salah satu destinasi pariwisata

SDK Denge, titik awal pendakian ke waerebo
SDK Denge, titik awal pendakian ke waerebo

“Kalau saja Waerebo tak menjadi destinasi wisata, mungkin para warganya sudah pada pindah kemari mas. Karena disana untuk kemana-mana susah. Harus naik turun gunung selama 5 jam untuk pulang-pergi,” ujar Martin.

Adalah Kombo, sebuah kampung pemekaran dari Waerebo. Kombo berisi warga-warga yang sudah tak muat tinggal di Waerebo, karena rumah di Wae Rebo hanya maksimal tujuh buah sesuai adat. Kombo juga berisi  anak-anak yang bersekolah. Sejak kelas satu SD mereka diwajibkan hidup mandiri.

Terkadang, kalau libur, mereka pulang ke rumah orang tuanya di Waerebo. Tentu dengan berjalan kaki selama 3 jam terlebih dahulu.

***

Dari homestay, kami naik ojek selama lima menit menuju sebuah SD di Denge. Ini adalah titik terakhir yang bisa dijangkau oleh kendaraan.

Selanjutnya hanya bisa dilalui dengan melangkah.

Di denge ini juga ada satu homestay kepunyaan Pak Blasisus, yang merupakan sepupu pak Martin. Bentuknya homestay beneran seperti biasa, tak seperti punya pak Martin yang seperti resort.

Mama mama di dintor. Namanya keren-keren. Paulina, Magdalena, Lucia (uci? :D ), Sisca...
Mama mama di dintor. Namanya keren-keren. Paulina, Magdalena, Lucia, Sisca…

“Saya diajari sama seorang arsitek bule mas, diajarin juga bule maunya seperti apa, ya akhirnya saya buat seperti ini,” ujar pak Martin.

Kami mulai berjalan dari SD denge menuju atas. Trek awal adalah jalan lebar tanah yang sepertinya akan dibuat jalan aspal. Jalur terus berganti menjadi melipir bukit, tanah longsor, dan semakin menyempit.

Tipikal jalur trekking
Tipikal jalur trekking

Di perjalanan, kami bertemu banyak warga Waerebo yang membawa banyak alang-alang.

“Di atas sedang ada renovasi satu rumah, alang-alang itu atapnya. Dianyam dulu dibawah, baru dibawa keatas,” jelas pak Sales.

Kami nampaknya sudah terbiasa dengan pendakian, sehingga tak sampai dua jam kami sampai di pos ponco roko. Tempat dimana kita bisa mencari sinyal telepon karena memang di tepi jurang dimana posisi adalah LOS (line of sight) dengan BTS terdekat. Saya saja sempat bisa check in di path.

Pos Ponco Roko, tempat cari sinyal.
Pos Ponco Roko, tempat cari sinyal.
Menuju Wae Rebo
Sinyal mana sinyallll

“Dari semua tamu yang kami bawa, mas sama mba yang tercepat sampai sini dan nggak pernah istirahat di jalan,” kata Mas Sales.

Untung saja walaupun perut saya sudah membuncit, dengkul racing saya masih berfungsi dengan baik hehe.

Beberapa menit kemudian, kami melihat sebuah pos pemantau dengan atap seperti rumah mbaru niang.

Dari sana, terlihat kampung Waerebo yang berada di bawah lembahan. Sebuah dataran kecil yang diapit lembah-lembah hijau tinggi, dengan sungai yang mengalir di kiri-kanannya.

Dari penjelasan pak Sales, saya mengetahui bahwa seribu tahun yang lalu, orang Minangkabau-lah yang membuat kampung disini. Merekalah nenek moyang orang Wae Rebo.

Entah bagaimana caranya orang-orang dari dataran Andalas itu bisa sampai di Flores dan membuat Waerebo.

Hello Wae Rebo!
Hello Wae Rebo!

Kami pun turun, memasuki perkebunan yang didominasi oleh tanaman kopi hingga sampai di gerbang Wae Rebo. Puluhan orang sedang duduk dan melihat sebuah Mbaru Niang sedang dihancurkan.

Mereka semua menatap kami dengan tatapan aneh seperti melihat alien. Saya hanya membalasnya dengan tersenyum.

Mereka pun tertawa..

Disambut senyum
Disambut senyum

(bersambung dulu ahh ~ )

52 COMMENTS

  1. :D seperti sedang berada disana #saya

    Eh mas Wira ,mau tanya :
    itu foto “good morning waerebo” sekali jepret ,apa pake HDR ??
    terus ada olahan pake *soto_sop* ga?

    soalnya saya insyAllah mau naik gn Gede minggu depan,,Sampeyan harus bertanggung jawab udah nyebarin Virus fotografi sampe saya beli kamera “Entri level” yg blom bisa “bracketing” ini :'(

    terimakasih mas :))

  2. “Untung saja walaupun perut saya sudah membuncit, dengkul racing saya masih berfungsi dengan baik hehe.” LOL wakaka.. apanye yg racing.. lu dah balik ato masih berkelana?

  3. Semakin banyak yang kesana semakin sakit hati.. mana yang deket malah belum pernah kesana lagi haduh….. minimal 2 hari yo mas kalau mau kesana….

  4. mas wira, mo tanya donk, untuk biaya2 ke wae rebo nya, penginapan pak martin ada no. contactnya ? guide dari mana, apa sudah di siapkan pak martin ? kapan ni lanjutan ceritanya dibuat ?

  5. Mas Wira, sama seperti pertanyaan Mas Mamet, boleh dong minta tolong diberitau rincian dana dan angkutan umum serta kontak pemilik homestaynya, ke email saya di yosephine_susie@live.com. terimakasih banyak.

    • Naik yang ruteng, turun di pertigaan pela sebelum ruteng, terus naik ojek. Itu saya. Ada alternatif dari Ruteng naik truk sayur tapi saya nggak tau jadwalnya. Perjalaan lb. bajo ruteng 2-3 jam. Ruteng-dintor. 1-2 jam. Dintor-waerabo 3-4 jam jalan kaki.

  6. oh iya perkenalkan saya sugi, yg tiap bulan datang ke waerebo (org indonesia pertama yg tinggal paling lama di waerebo) he he he he he.

    Utk jadwal otocolt yg di foto di atas itu dari terminal mena di ruteng paling lambat adalah jam 10 pagi teman2 harus uda di terminal, ongkos 30rb di situ ada 3 otocolt yg ke arah dintor, klu terlambat bisa naik otocolt yg hanya sampai narang harganya 20rb dan bisa di lanjut ojek ke dintor 50rb ato 40 lah silahkan tawar.

    Utk harga waerebo lodge 200rb/org sudah termasuk makan 3 kali.
    utk donasi di dalam waerebo klu menginap 250rb/org sudah termasuk menginap dan makan
    ndak menginap 100rb/org
    itu biaya sebenarnya adalah di kelola oleh masyarakat secara bersama jadi bagi saya itu sepadan dengan perjuangan mereka (maaf) utk tetap menjaga kelestarian tradisi dan budaya yg teman2 tonton dan nikmatin.

    salam
    sugi
    anak waerebo asal jawa timur wkwkwkwkwkwkwkwk

  7. SAlam kenal Wira :D
    Setuju banget bahwa Indonesia itu wajib dieksplor :)
    42 bulan keliling Indonesia gak cukup. Hanya lokasi-lokasi yang utama aja yang bisa dieksplor. Yang blusukan gak sampai 50% target lokasi yang bisa saya kunjungi, itupun dengan gunakan helikopter…
    Semoga sebelum saya meninggal bisa ulangi perjalanan keliling Indonesia, terutama yang blusukan :)
    Terima kasih infonya ya. Saya nantikan feed berikutnya dan berikutnya dan berikutnya…

  8. siang mas, nma saya gigih mahasiswa universitas di bogor. mau penelitian ke NTT, deket sama ruteng tepatnya mas. kalau mau kesana rutenya kemana ya mas? terimakasih

  9. Menakjumkan….asyik, Wae Rebo sebagai contoh masyarakat yang ikut melestarikan lingkungan…..jadi pingin kesana….asyik…keren

  10. Halo mbak Wira, saya rencana ke Wae Rebo bulan juli tahun ini.
    Mau coba pakai bus/truk dari Labuan Bajo, minta saran yang terbaik mbak dan plus minus nya
    makasii

  11. Trims info Wae Rebonya, cantik ni tempat padahal kemarin ke NTT tapi ga tau eh malah taunya dari turis australia ketemu di Jogya hadeh. Wae Rebo see you soon.

  12. Mas wira …aq baru mau kesana…tgl 5 mei….trekking jalan nya naik bangeet…ga sih….mengingat aq udah uzur………doain kuat yaa….
    Pengiiin banget …..dari dulu…kesana..
    Sekarang baru dapat temen yg nawarin n mau sama2 kesana……
    Dengan Bissmillah…..aq kuaaaattt…..

  13. hallo sy Hendrik, dari manggarai tapi tinggal dan bekerja di bali. waktu saya di labuhan baju{Sma} sekitar 2008 wae rebo belum sepopuler sekarang.
    walaupun saya dari sana tapi saya belum pernah ke wae rebo… hehehe (miris)
    juli atau agustus rencananya mau bali ke manggarai dan harus ke wae rebo.
    kalau ad yang mau ikut bisa bareng2 ke sana. email sy Hendrik.peti123.hp@gmail.com
    makasih.

  14. Salam kenal mas, saya wikagun dari bali, saya emang pengen banget mengunjungi wae rebo, informasi yang mas tulis bener2 bermanfaat buat saya, terimakasih banyak, juga buat mas sugi tambahan infonya juga bermanfaat,,, terimakasih…

Bagaimana menurutmu? Silakan tinggalkan komentar dibawah ini ya! :')