Rumah kayu ini nampak sedikit kusam. Letaknya yang berada di pinggir Jalan Raya Sutoyo, Banjarmasin, ini membuatnya berdebu. Namun, siapa sangka ternyata rumah ini adalah sebuah showroom, galeri tempat memajang berbagai hasil kerajinan yang bernuasa Banjar. Mulai dari tas, kain, dan dompet yang punya motif kain sasirangan.
Di depan rumah itu ada spanduk kecil berwarna kuning yang bertuliskan ‘Rumah Kreatif dan Pintar’. Rumah ini adalah tempat singgah dan berkarya bagi anak-anak. Namun, mereka bukan anak-anak biasa. Mereka kebanyakan adalah anak jalanan, anak dari keluarga yang kurang sejahtera, atau bahkan dari keluarga yang broken home. Semuanya dari kondisi yang memprihatinkan.
Di rumah ini mereka diajak untuk menjadi wirausaha yang kreatif, supaya mereka bisa membiayai hidupnya, khususnya untuk pendidikannya sendiri.
Saya bertemu salah satu anak yang tergabung di dalam rumah ini. Zainal namanya. Ia sekarang sudah berkuliah semester 4 jurusan teknik mesin di salah satu kampus di Banjarmasin. Dahulu ia tinggal di jalanan. Bukan karena ia tak punya siapa-siapa, namun karena masalah keluarganya yang cukup kompleks, ia jadi tak betah di rumah.
Zainal pun hidup dan bekerja di jalanan. Ia bekerja apa saja, termasuk menjadi kurir untuk obat-obatan terlarang. Namun ia mengaku tak pernah sekalipun mencicipi obat itu. Ia juga tetap bersekolah seperti biasa.
“Ke mana-kemana saya membawa satu tas besar yang berisi baju sekolah, baju ganti, buku-buku, dan segala macam.. Nggak pernah pulang. Tidurnya bisa di mana saja,” ujar Zainal.
Sampai akhirnya ia menginjak bangku SMK, Muhammad Aripin si pendiri Rumah Kreatif dan Pintar mengajaknya untuk bergabung dengannya. Di sana ia belajar berbagai macam keterampilan, belajar membuat produk, juga belajar bergaul dan berkomunikasi. Hingga saat ini dia sudah bisa membiayai kuliahnya sendiri. Sembari menjabat sebagai staf humas Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar.
“Tapi sekarang saya sudah pulang ke rumah sesekali, silaturahmi tak boleh putus,” ujar Zainal sambil tersenyum.
Saat ini sudah ada sekitar 85 anak-anak lainnya seperti Zainal. Tentu dengan latar belakang yang berbeda-beda. Aripin ingin anak-anak ini menjadi wirausaha kreatif. Wirausaha yang bisa menghidupi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Ia ingin anak-anak ini mengenyam pendidikan minimal sarjana. Makanya, anak-anak ini punya tabungan pendidikan masing-masing yang dananya berasal tidak lain dan tidak bukan dari omzet penjualan produk Rumah Kreatif dan Pintar.
Kiprah Aripin di Banjarmasin juga didukung oleh Walikotanya. Bangunan kayu yang ditempati sebagai workshop dan galeri yayasan adalah bangunan bekas puskesmas yang dipinjamkan oleh pemerintah.
“Dulu tempatnya di rumah saya, namun karena terlalu ramai, warga jadi merasa terganggu. Jadinya kami pindah,” kata Aripin. Kemudian ia pun sudah menyiapkan sebidang tanah untuk dibangun sebagai markas, tapi gagal karena ulah beberapa oknum. Beruntung ia dan anak-anaknya bisa mendapat tempat pinjaman sementara dari pemerintah kota ini.
Selain memberdayakan 85 orang anak ini, Aripin juga membuka pelatihan-pelatihan ke berbagai komunitas. Saat saya menemuinya di Menara Pandang Banjarmasin di tepi sungai Martapura, ia sedang memberikan pelatihan kepada ibu-ibu dari Dinas Pariwisata untuk membuat produk yang bernilai ekonomi dari barang bekas.
Mencetak wirausaha bukanlah hal mudah. Orang yang berpendidikan pun belum tentu bisa jadi wirausaha. Apalagi dari latar belakang anak-anak yang kurang beruntung. Tak heran Aripin diberi penghargaan SATU Indonesia awards dari Astra sebagai sosok yang menginspirasi Indonesia pada tahun 2016. Usahanya yang menginspirasi bangsa ini memang patut diapresiasi.
***
Bagaimana menurutmu? Silakan tinggalkan komentar dibawah ini ya! :')