Sambil berteriak mengangkat senjata, seorang panglima perang bermain-main dengan senjata yang ia gorokan ke leher sendiri. Ia mengerang, namun senjata itu seaakan tumpul, tak berbekas apapun di lehernya. Ia kemudian memerintahkan pasukannya untuk mengitari kami, menarikan pedang ke arah kami, dan puluhan tepuk tangan juga ikut melepas kepergian kami untuk mengitari pulau Sulawesi ini.
Kepergian kami diiringi oleh Kabasaran, tarian perang khas minahasa yang biasa digunakan untuk menyambut tamu. Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata; Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.
Tariannya mengerikan, tapi menunjukan keberanian, seperti keberanian saya *uhuk* dan tim terios ini dalam mengarungi hampir seluruh bagian Sulawesi.
Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam ke arah Tompasso, kami berhenti di Pa’dior. Sebuah pusat kebudayaan di Minahasa, Sulawesi Utara.
Sesaat setelah kendaraan kami masuk ke area Pa’dior, kami disambut oleh sebuah orkestra dengam suara unik. Terlihat seperti instrumen musik klasik, tetapi memiliki sudut-sudut yang lebih lancip. Suaranya juga bernada tradisonal ketimbang klasik. Lebih tajam dan jarang memiliki mid-tone.
Musik bambu khas minahasa kini jarang menggunakan bambu untuk pembuatannya. Meskipun ada beberapa instrumen kecil seperti suling masih menggunakan bambu. Musik klasik tradisional minahasa kini lebih banyak menggunakan kuningan. Alat musik besar yang masih dari bambu masih terdapat di museum.
“Alat musik dengan bambu lebih sulit dibuat,” kata Ari, salah satu musisi. Ari juga bilang karena suaranya yang hampir mirip, orang minahasa sekarang lebih memilih kuningan untuk membuat ‘alat musik bambu minahasa’ ini.
Yang menarik dari Pa’dior ini adalah terdapatnya contra bass raksasa yang terletak di tengah-tengah pusat kebudayaan. Dengan tinggi 8 meter, panjang 32 meter, dan diameter lobang tiup sebesar muka orang dewasa; tak heran salah satu jenis terompet ini masuk ke dalam World guiness book of record!
Contra bass ini bisa kita bunyikan dengan ditiup. Tapi, kamu tiup sekencang apapun rasa-rasanya tidak akan bunyi. Ternyata terompet ini membutuhkan kompressor bertekanan tinggi untuk membunyiknya. Ada sebuah tombol rahasia di dekat lubang tiup yang bisa kita tekan agar ia bisa berbunyi. Mas-mas dibawah ini sempat meniup terompet ini sampai mulutnya lelah dan kesal.
Pusat kebudayaan minahasa cukup saya rekomendasikan jika anda peminat seni musik dan sedang berkunjung ke Manado. Selain alat musik bambu, di pusat kebudayaan minahasa ini juga ada museum wale anti narkoba dan ada pusat tenun. Dan jika ingin menginap di area yang sejuk ini, juga ada resort yang bisa diinapi.
Salam sahabat petualang!
[…] dan peredaran gelap Narkoba. Tim terios sempat mengunjungi museum ini setelah menikmati alunan musik bambu Minahasa, karena memang letaknnya masih dalam satu kompleks. Tepatnya di Kompleks Pusat Kebudayaan Sulawesi […]
[…] Terios 7 Wonders : Musik Bambu Manado di Tompasso […]