Siang itu matahari malu-malu menunjukan sinarnya. Tiga mobil kami beranjak dari pantai Khalkote — pusat dari kegiatan Festival Danau Sentani — menuju sisi Sentani timur yang lain. Kami melipir punggungan bukit di tepi Danau Sentani. Dari atas bukit, Sentani lebih terlihat seperti teluk daripada danau saking luasnya.
“Kita nanti ke Danau Emfotte dulu, baru menyebrang ke kampung Abar,” kata om Andre pemandu kami.
Orang-orang lebih sering menyebut danau ini dengan sebutan danau love, danau cinta, atau telaga cinta. Namun, menurut om Andre pemandu kami, nama aslinya adalah Danau Emfotte. “Kita harus hargai nama lokal asli danau ini,” ujarnya.
Emfotte disebut danau cinta bukan tanpa alasan. Jika dilihat dari atas, memang berbentuk seperti hati. Iya, hati. Hati kamu itu loh.
Namun, ternyata jalan menuju kesana tak mudah, beberapa kali mobil kami harus berputar karena salah jalan. Kebanyakan salah masuk kampung orang, karena tak ada marka jalan khusus. Namun memang sepanjang perjalanan, selain disuguhi panorama sentani yang mirip seperti bukit-bukit di Jurrasic world, sabana hijau ala wallpaper windows xp pun memanjakan mata kami.
“Disini banyak sekali rusa, rencana saya mau bikin tour untuk melihat rusa malam hari, lalu lihat sunrise disini,” ujar om Andre.
Waktu salah masuk ke sebuah kampung, kami terpaksa berputar balik. Namun, jalan kampung yang kecil membuat kami sulit bermanuver. Terlebih, ada mobil lain dari arah sebaliknya yang juga masuk ke dalam gang kampung yang hanya muat satu mobil ini. Mobil saya sempat mengalah membiarkan mobil lain lewat. Akibatnya, mobil saya yang pun tertinggal dari rombongan.
Nah lo.
Saat menemukan persimpangan, Om Edmond — driver kami yang sedang menempuh pendidikan musik di New Orleans University (lagi summer holiday bok) — akhirnya mengambil inisiatif untuk berbelok ke jalan masuk hutan yang belum kita lalui bersama sebelumnya. Ciehh.
Baru beberapa puluh meter maju, ternyata jalan terlihat bekas longsor! Terlihat beberapa exvacator sudah siap untuk membersihkan jalur. Kami mencoba menelepon mobil rombongan lain, namun nihil, sinyal operator yang katanya paling luas jangkauannya pun pupus di tengah hutan begini. Putar balik lagi.
Sampai di atas bukit, akhirnya kami dapat menelepon mobil lain. Mereka memberikan instruksi, namun sepertinya kurang dipahami oleh orang-orang di mobil saya. Beberapa kali bolak-balik hingga di jalan yang sama setengah jam mencari pintu gerbang kampung yang harus kita lewati. Akhirnya, setelah berpusing-pusing ria pala berbih, kami akhirnya sadar jalan yang bekas longsor tadi masih bisa dilewati! Mungkin karena ada belokan di sudut bukit, kami tak melihat ada jalan. Ternyata setelah belokan banyak pekerja yang sedang bekerja menangani longsor. Nasib.
Yasudah, kami melanjutkan perjalanan. Kami sudah ada di jalan yang benar, sudah memasuki jalan kampung. Keluar kampung, naik bukit, turun bukit, sampai menemukan bukit-bukit teletubbies ini!
Setelah itu, Om Edmond pun memacu mobil untuk mengejar yang lain. Mungkin karena terlena jalan yang lurus dan lumayan cukup mulus untuk ukuran off road, secara tak sadar kami masuk ke hutan lagi!
Kali ini lebih parah, jalanan hutan terlihat seperti belum pernah dilewati mobil sebelumnya. Jalan pun hanya jalan setapak yang mungkin hanya cukup untuk motor. Kami menuruni bukit yang cukup curam masuk ke hutan, melewati sungai kecil, dan akhirnya BLASSSSSS. Amblas ban mobil kami di tanah yang basah. Sekali lagi apes dapet piring, nih.
Hari makin sore, sebentar lagi buka puasa, namun kami malah terjebak di hutan pedalaman papua yang lembab dan banyak sekali nyamuk. Beruntung sih nggak jauh dari sungai, jadi nggak perlu survival banget kalaupun harus (amit amit deh), pikir saya.
Kami mencoba berbagai cara untuk mengangkat ban mobil dari tanah dengan kayu. Namun nampaknya hutan ini menginginkan kami lebih lama dulu disini. Yasudah, kami main jungkit-jungkitan dulu dengan kayu panjang disana (video menyusul). Gembel.
Setelah berdiskusi, kami berencana untuk trekking kembali ke atas bukit dan meminta bantuan. Om Edmond terpaksa kami tinggal dulu bersama mobil dan nyamuk-nyamuk lucu itu. Duh gusti, hari itu puasa yang cukup berat ya?
Setelah perjalanan panjang naik ke atas, kamipun tiba di atas bukit. Sinyal seluler kembang kempis namun kami masih bisa menghubungi mobil lain. Kami mencari tempat teduh, dan menunggu evakuasi.
Beruntungnya, tempat kami berteduh punya lanskap yang cukup menghibur kami.
Untungnya sebelum gelap tim evakuator berhasil menemukan kami. Alhamdulliah, tidak jadi buka puasa bareng rusa disitu. Mending kalau rusa, kalau……ah sudahlah. Ahahaha. Kami pun bertemu dengan rombongan lain, yang nampaknya sudah puas foto-foto di Danau Emfotte. Usut punya usut, karena terlalu kencang tadi, kami tak melihat ada papan nama dan belokan ke danau. Padahal itu di padang terbuka loh. Ini foto belokannya.
Akhirnya, setelah seharian nyasar penuh drama. Kamipun sampai di Danau Emfotte, telaga cinta-nya Sentani. Bentuknya memang seperti hati. Pemandangan yang mempesona untuk menantikan berbuka puasa, bukan?
Terima kasih! Yuk mari berkunjung ke festival danau sentani. Semoga kamu nggak ikutan nyasar!
keren danau lope dan papuanya….mirip rakumm…like this..
Hahaha kalo rakum bukitnya yang lope lope ya. Emang deh #lovewins *salah fokus*
ya ampun bukit teletubisnya…. lalu kenapa ngga ngga pose berpelukan? kan teletubies berperut buncit sudah lengkap
Kurang kak danan sih. Masalahnya harus bertiga pelukannya.
Itu kan yg buncit dah tiga… kamu nggak sixpack kan
Aku cowo prenagen one-pack kak.
Tosss… wkakakaa
Bukitnya keren banget, walaupun perjalanannya menuju kesananya terlihat melelahkan yah.
Sebenernya kalau nggak nyasar gak akan lelah sih :))
wawwww ada kak dayu juga, makin enak deh disana hehehe
kereeen banget mas :D
btw mbak cantik itu siapa ya. “kedip2
Mbak cantik yang mana nih? ahaha. Beberapa ada yang miss scuba international tuhh :D
hahahahaha percaya mas..
geng2 para sesepuh dalam dunia fotografi dan menulis pokoknya :)
Mas Wiraaaa OMG kereeen banget! haha :D great article!
:lol:
widiiiiih kereeeeen banget danaunya :)
Bagaimana menurut saya yang belum pernah ke sana dan disajikan cerita dan foto demikian? Andaikan bisa memilih kata-kata yang pas untuk mewakili kata “indah”, “keren”, cantik”, “memesona”, atau apa lah! Segeeerrr, mau banget deh tur rusa dan lihat sunrise yang ditawarkan pemandu nya tuh :)
Hehehe iya tuh, pasti keren banget kalau sunrise. Mudah-mudahan tiket ke papua bisa lebih murah nanti yaa :))
Amiin… :)
Awesome. Speechless liat foto-fotonya, berasa di danau pribadi di belakang rumah sendiri ya :)
Cakep banget yaaa, jadi pingin berkancut disana :-)
keren!
makasih!
waduuuh bang Wira.. cuaca kurang pas aja udah gitu keren fotonya. apalagi ada awewe nya sebagai model gitu … duuuh
Nah itu, untung ada modelnya, jadi agak ‘cerah’ deh ahahaha
Cantiknyaaaa… Terakhir ke Sentani tahun 2012.. Rindu cantiknya tanah Papua :)…
hmmm bikin ngirinya keterlaluan, keren mas wir :D
Kalo nggak nyasar nggak seru ya mas wir :D
aminn semoga bisa ke festival danau sentani next time
Ahhhhhh sentani! Ini mimpiku dari dulu pengen kesini, semoga taun depan bisa kesini :’)
Danaunya unik juga ya berbentuk seperti hati… Pemandangannya juga indah, sejauh mata memandang… begitu indah ciptaanNya. Mau dong ke sana..tapi jauh ya..
Wooowwww perjalanan yang menantang dengan tujuan akhir danau cinta yang super indah, indahnya alam papua, love !!
Salam kenal Bang Wira, dari newbie di blog http://informasipanduanwisata.blogspot.com/
Really Adventure. Perjalanan yang sangat menyenangkan ya mas. Pemandangannya asyik luar biasa. jempoll 1o dech. semoga kita juga bisa nyusul kesana…..
Cakep2 bang fotonya .., kota kelahiran nih ,tambah mantap
[…] cr. http://wiranurmansyah.com/tersesat-mencari-danau-cinta-di-sentani […]
[…] yang digambarkan beberapa tulisan di blog yang saya temui. Salah satunya di tulisan Wira Nurmansyah yang ini. Di tulisan itu dia bercerita bagaimana sulitnya perjalanan ke Telaga Emfote atau Danau Love ini. […]
[…] Speaking of things to see around Sentani, a visit to Telaga Emfote or Emfote lake is a must. It is a 2 hours journey from Sentani Kota and close to and part of Abar village. It’s hidden away and although you can actually get there by car, few people visit. In fact, one car in our group actually got lost when trying to find the lake. (Feel free to read the stories written by Fiona here – and Wira here). […]