Pandemi ini membuat saya sadar, jalan-jalan adalah sebuah privilese.
Saat ini kebebasan kita seakan mati. Pergerakan manusia terhenti. Dan tentunya, pariwisata mati suri.
Turis dilarang masuk, tempat wisata dipagari, hotel tak terisi, pesawat hanya bisa berdiam diri, dan jutaan orang yang meminta refund membuat para travel agent pusing sendiri.
Beberapa bahkan harus merumahkan karyawannya untuk menyelamatkan diri.
Tak heran, pariwisata adalah salah satu faktor yang menyebabkan COVID-19 tersebar di penjuru bumi. Mobilitas orang di abad ini bisa dibilang adalah yang paling aktif sepanjang masa. Pariwisata yang jadi penunjang ekonomi, tiba-tiba saja harus terhenti.
Namun, kejadian ini mengajarkan kita untuk mensyukuri kemudahan yang kita nikmati dalam melakukan perjalanan lintas batas selama ini.
Setelah ini melakukan perjalanan pasti akan sulit. Orang-orang akan lebih menghargai perjalanan, tidak serta merta taken for granted.
Sudah dua bulan lebih saya di rumah saja. Dua tahun belakangan, pergerakan saya terbilang cukup tinggi. Dalam satu bulan bisa 2 hingga 3 kali naik pesawat pulang-pergi. Selain karena tuntutan pekerjaan, saya tentunya seperti anak millenial lainnya yang gemar berplesir.
Melakukan perjalanan wisata setelah pandemi masih tanda tanya bagi kita semua. Beberapa kali saya berdiskusi dengan kawan-kawan travelers dan jawabannya masih berupa ketidakpastian.
Secara umum, aspek kebersihan dan kesehatan pasti akan jadi nomor satu. Pemakaian masker dan hand sanitizer akan semakin lazim di mana-mana.
Jangan heran kalau masker bakal jadi fashion statement. Saya sudah mulai melihat fenomena ini muncul di feed instagram saya. Menurut saya itu baik, biar saja masker medis dipakai oleh yang betul-betul butuh saja kan?
Pilihan destinasi setelah pandemi berakhir dan perilaku wisata di new normal ini juga bakal berubah. Menurut saya wisata domestik yang akan jadi ramai pasca pandemi ini.
Karena untuk wisata ke luar negeri, saya meramalkan akan jadi lebih sulit karena protokol tiap negara pasti akan berbeda. Belum lagi resiko tiba-tiba ada outbreak lagi dan semua akses ditutup. Gak bisa pulang dong nanti!
Wisata yang lebih lokal dan staycation bakal lebih jadi favorit. Saya pribadi ingin sekali pergi ke kota di sekitar Jakarta dan staycation saja. Hotel di Bandung atau hotel di Puncak tentu bisa jadi pilihan. Setelah berdiam diri di rumah berminggu-minggu saya tentunya jenuh dan butuh suasana baru.
Namun pasca pandemi, orang pasti jadi lebih memilih kendaraan pribadi dibanding transportasi publik. Jadi siap-siap saja buat macet-macetan kalau mau ke lokasi wisata ini.
Masalahnya, pandemi ini selesai kapan sih? Dan kalaupun sudah selesai, apakah kamu memang berani untuk berwisata lagi?
Setelah tagar #dirumahsaja aja menghiasi timeline social media kita, saya yakin banyak orang yang parno bahkan hanya untuk membeli beras ke supermarket.
Di Idul Fitri 2020 ini, banyak yang tidak bisa pulang kampung. Mungkin kalau bisa bepergian lagi, destinasi pertama yang akan dituju adalah kampung halamannya.
Saya sendiri saat ini keluar rumah memang seperlunya saja. Bahkan, saya cukup ‘bersyukur’ karena dirumahkan oleh perusahaan, karena saya tidak perlu lagi naik kereta commuter line ke tanah abang setiap hari lagi.
Tapi kalau nanti ada promo tiket pesawat atau hotel bagaimana? Saya yakin bakal ada banyak promo tiket dan hotel murah pasca pandemi ini.
Beberapa hotel bahkan menawarkan promo untuk menginap ‘karantina’ ataupun menawarkan voucher untuk digunakan kapan saja, tentunya dengan harga terjangkau
Apakah kamu bakal tergiur?
Misalnya bisa dapet promo pesawat dan hotel murah di labuan bajo, sepertinya sih saya bakal cukup mempertimbangkan.
Saat ini orang betul-betul menjaga jarak. Physical distancing. Dengan harapan memperkecil peluang tertular COVID-19. Menurut saya, walaupun aturan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) sudah dicabut, sebagian besar orang akan tetap takut berkerumun.
Hal ini juga akan mempengaruhi pemilihan destinasi pariwisata. Destinasi yang lebih sepi seperti Labuan Bajo akan lebih jadi pilihan daripada Bali misalnya.
Bahkan menurut pengamatan sok tahu saya, kelas bisnis hingga kelas utama (first class) akan lebih diminati buat mereka yang punya cukup dana. Daripada berhimpitan di kelas ekonomi yang kita tidak tahu sebelah kita sehat atau tidak kan?
Atau tren pesawat tanpa kelas ekonomi akan makin mencuat? Seperti penerbangan non-stop Singapura ke New York selama 23 jam kepunyaan Singapore Airlines? Saya tidak kaget kalau itu bakal terjadi.
Bahkan di 2020 ini, kalaupun UFO muncul mungkin saya juga tidak akan kaget.
Pariwisata selama ini tentunya sangat membantu ekonomi global. Namun di beberapa tempat mungkin kita juga sadar sudah terjadi overtourism. Lingkungan menjadi rusak, jejak karbon semakin banyak, dan kita sebagai turis juga sulit menikmati karena terlalu banyak orang.
Tidak perlu jauh-jauh ke Venice di Italia, coba mampir ke beberapa pantai populer di Bali. Saya pribadi sudah tidak bisa menikmatinya.
Kalau ada yang mengatakan COVID-19 adalah vaksin bumi agar alam kembali asri, mungkin ada benarnya juga.
Semoga setelah pandemi ini kesadaran semua orang naik untuk menjaga lingkungan ya.
Jadi bagaimana menurut kamu tren wisata pasca pandemi? Apakah orang-orang akan langsung berbondong membanjiri tempat wisata karena sudah bosan di rumah? Harga jasa transportasi jadi naik drastis? Atau justru tempat wisata akan jadi sepi karena orang-orang tidak mau mengambil resiko?
Saya pun tidak tahu pasti. Tapi yang pasti saat ini waktunya kita untuk merenung dan berfikir untuk lebih peka terhadap diri dan lingkungan kita. Saat ini mungkin baru saatnya kita sadar kesehatan dan mobilitas adalah betul-betul hak spesial yang tak mudah didapatkan..
Untuk saat ini, mari tetap di rumah saja dan jaga kesehatan diri dan keluarga kamu.
@wiranurmansyah
Bagaimana menurutmu? Silakan tinggalkan komentar dibawah ini ya! :')