Akhirnya road trip lagi setelah sekian lama!
Kali ini, saya akan kembali road trip berkeliling Maluku Utara bareng teman-teman sahabat petualang dari Daihatsu.
Kami membagi penjelajahan menjadi 7 destinasi utama alias 7 wonders.
Karena road trip kali ini menggunakan Daihatsu Terios, maka kami menyebut perjalanan ini sebagai Terios 7 Wonders : Wonderful Mollucas.
Simak rangkuman singkat dari perjalanan kami ini!
1. Napak tilas kejayaan rempah Maluku di Desa Marikurubu
Perjalanan menjelajah Maluku kami dimulai dari Ternate.
Dahulu rempah-rempah harganya sama dengan Emas. Tak heran banyak bangsa ingin menguasai tanah maluku.
Saking berharganya, Inggris rela menukar Manhattan (bagian dari New York) dengan sebuah pulau di Maluku kepunyaan Belanda saat itu. Hanya karena pulau tersebut punya pala dan cengkeh yang melimpah.
Desa Marikurubu yang kami sambangi ini adalah sisa-sisa kejayaan masa lalu ternate. Disana masih ada pohon-pohon cengkeh berumur lebih dari empat abad yang sengaja dibiarkan.
Namun sekarang, kebun yang berada di kaki gunung gamalama ini tak lagi dioperasikan untuk produksi. Hanya sebagai agrowisata saja.
“Pala dan cengkeh sudah murah sekali, jadi tak begitu menguntungkan,” kata mas Aziz pemandu kami.
Oh iya, buah pala ternyata rasanya segar. Jauh lebih enak daripada versi manisan yang banyak kamu temui di bogor!
2. Memancing ikan Cakalang secara tradisional bersama nelayan ternate
Pukul dua pagi kami sudah di dermaga ternate. Kami ikut sebuah kapal nelayan dari pelabuhan di ternate untuk mencari ikan.
Mereka menangkap ikan bukan dengan jaring, namun dengan cara yang sangat tradisional dan sustainable : memancing!
Belasan pemancing duduk rapi di ujung kapal. Mereka dibantu oleh seseorang yang melemparkan umpan ikan-ikan kecil dari belakang.
Pagi itu hujan mengguyur ditambah ombak yang lumayan menggoyang kapal, tapi sama sekali tak menciutkan nyali para nelayan ini.
Kapten kapal membelokan kapal mengikuti burung camar. Jika banyak burung camar, berarti area tersebut banyak ikan.
Kemudian para pemancing dengan mudahnya mendapati ikan di kail dan melemparkannya ke belakang. Betul-betul dilempar dan terhempas itu ikan cakalang dari kail pancing ke dalam kapal.
Ikan yang kebanyakan jenis cakalang dengan berat 1-2 kg ini pun melayang-layang terbang di udara!
Hampir saja kepala saya tertimpa ikan yang banyak jadi menu pendamping nasi kuning ini.
3. Menjelajah Pesona Goa Boki Moruru di Sagea
Dari ternate kami menyebrang ke pulau Halmahera. Tepatnya di Sofifi, Ibukota Provinsi Maluku Utara.
Saya pikir kota Ternate adalah Ibukota, tapi pengetahuan geografi saya memang payah hehe.
Dari Sofifi butuh 6 jam untuk menuju goa ini. Trek jalan 3 jam pertama aspal mulus tanpa kendala. Namun 3 jam berikutnya jalanan sangat rusak sehingga kami tak bisa memacu mobil terlalu kencang.
Beruntung Daihatsu Terios yang kami kendarai tak masalah untuk melewati jalan seperti ini.
Setelah berjam-jam jalan rusak, perjalanan kami belum selesai. Masih harus menyusuri sungai hingga ke mulut goa. Sungai ini jernihnya pake banget!
Sayangnya sungai sedang dangkal dan beberapa kali kita harus turun biar kapal nggak kandas. Agak mendung pula.
Goa Boki Moruru di Desa Sagea, Halmahera tengah ini betul-betul tinggi. Tinggi mulut goa ke sungai kurang lebih mencapai 30 meter.
Untuk mencapai goa ini kita perlu melakukan perjalanan dari Sofifi selama 4 jam dengan trek offroad, kemudian menyusuri sungai selama 30 menit untuk mencapai mulut goa. Disini kita bisa melihat formasi apik batuan stalaktit dengan berbagai macam warna saat saya mencoba menyinarinya dengan senter.
Sungguh keindahan alam yang mempesona dari Maluku.
4. Mencari burung bidadari halmahera di Taman Nasional Aketajawe Lolobata
Tiga kali menyebrang sungai, dua jam trekking menanjak, ditambah naik ke rumah pohon setinggi 12 meter cuma buat ketemu Bidadari ini!
Taman nasional Aketajawe Lolobata adalah rumah bagi para Burung Bidadari Halmahera (Wallace’s Standardwing). Lokasi Taman Nasional ini ada di Halmahera Barat.
Kami berangkat sesaat setelah subuh, karena si bidadari hanya ada sekitar jam 7-8 pagi.
Basah-basahin menyebrangi sungai yang arusnya cukup deras. Bahkan di satu sungai kami butuh tali pengaman.
Sesampainya di area pengamatan kami sudah disambut bunyi merdu si bidadari yang sangat membuat relaksasi. Butuh naik ke atas rumah pohon dan teropong untuk mengamatinya.
Betul-betul pengalaman tak terlupakan.
5. Menguak Bunker Pertahanan Jepang di Wasile
Pulau Halmahera merupakan daerah pertahanan Jepang pada perang dunia 2. Di daerah Wasile, pesisir Halmahera timur, banyak peninggalan bunker-bunker dan bekas meriam anti-aircraft yang digunakan pada masa perang.
Posisi Maluku yang sangat strategis menjadikan Jepang menyulap halmahera jadi basis militer di pasifik. Pulau Morotai sebagai front line dan Halmahera sebagai benteng pertahanan saat melawan sekutu.
Selain bunker-bunker dengan pintu rahasia, meriam-meriam juga masih ada peninggalannya disini sebagai saksi bisa perang dunia ke-2.
Menariknya, situs bersejarah ini terletak hanya selemparan kutu dari pesisir halmahera timur yang cantik.
6. Mengagumi Sasadu, Rumah adat suku Sahu di Jailolo
Memasuki Halmahera barat, kami melihat banyak sekali rumah adat berbentuk unik yang disebut Sasadu. Ini adalah rumah adat suku sahu yang menyimpan kearifan lokal.
Fungsi Sasadu adalah tempat berkumpul warga. Untuk acara adat seperti upacara ataupun menyambut tamu.
Kerangka Sasadu terbuat dari kayu, batang pohon kelapa atau bambu. Tak perlu paku, cukup pasak-pasak yang juga terbuat dari kayu untuk menyambungkannya. Atapnya terbuat dari daun kelapa yang diikat dengan tali ijuk, memastikan ruangan di bawahnya tak menjadi panas.
Setiap ornamen dalam sasadu punya makna. Misalnya bagian ujung atap Sasadu ini sengaja dibuat lebih pendek dari langit-langit. Agar siapapun yang masuk harus menundukkan kepala. Ini dibuat untuk mengingatkan kita agar selalu hormat dan patuh terhadap adat istiadat.
Inilah sebagian makna yang terkandung dalam Sasadu. Ini adalah bukti bahwa bangsa Indonesia sangat kaya akan budaya yang harus kita terus lestarikan.
7. Menggali Sejarang perang dunia 2 di Pulau Morotai
Jika saja benda-benda peninggalan perang dunia 2 di Morotai masih ada, pasti pulau ini jadi museum hidup yang jadi atraksi wisata yang teramat keren.
Namun sayang, besi-besi tua pesawat, mobil, senjata semua hilang diubah menjadi uang oleh oknum tak bertanggung jawab.
Lain halnya dengan Muklis, pria kelahiran tahun 1980 ini terus mencari sisa-sisa perang dunia, dan mengumpulkannya untuk membuat sebuah gubuk menjadi museum mini.
Koleksinya berupa senjata besar hingga kecil, peluru, sepeda, mesin tik, dog tag, dan segala macam perlengkapan perang.
Ia mencari benda peninggalan ini dengan menggali tanah di hutan sekitar morotai. Tim #terios7wonders juga diajak untuk ‘treasure hunt’ mencari peninggalan perang. Saya menemukan beberapa botol minuman soda asal Amerika yang keluar tahun 1940. Lumayan. 😃
Koleksi Muklis bisa dilihat di Museum Perang Dunia 2 Morotai. Namun sayang museum nampak tak diurus oleh pemerintah. Atap bocor, bau apek, dan listrik tak kunjung dibayar. Padahal katanya Morotai adalah salah satu destinasi utama di Indonesia.
Banyak yang ingin membeli koleksi Muklis dengan harga yang fantastis, namun ia menolaknya. Ia cuma berpesan, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah.”
Di Morotai saya juga menemukan kisah yang menarik tentang seseorang bernama Nakamura.
Nakamura adalah prajurit Jepang yang bersembunyi di hutan pulau Morotai selama 30 tahun.
Ia ditemukan oleh TNI AU tahun 1974. Saat ditangkap, Nakamura masih mengira perang masih berlangsung dan Morotai dikuasai sekutu.
Namun TNI mengatakan bahwa perang telah usai 30 tahun lalu dan Jepang telah kalah. Morotai pun sudah menjadi bagian dari Indonesia. Entah bagaimana perasaan Nakamura saat itu.
Monumen Nakamura ini bisa ditemukan di salah satu sudut kota Morotai.
Itulah sekilas pandang road trip bersama terios tahun ini. Rencananya sih tahun depan bakal road trip ke….Papua!
Terima kasih!
Bagaimana menurutmu? Silakan tinggalkan komentar dibawah ini ya! :')