Dari Siem Reap saya naik bis bernama ‘Giant Ibis’ untuk langsung menuju Phnom Penh. Perjalanan dari Bangkok – Siem Reap – Phnom Penh lancar-lancar saja. Datar-datar saja, tak ada tanjakan maupun turunan. Rasanya hanya lurus saja. Paling sesekali ada kerbau yang menyebrang atau konvoi upacara keagamaan.
Bis ini cukup bagus. Lebih bagus daripada Mekong Ekspress dan Nattakan. Juga paling mahal diantara ketiganya. Kalau saya disuruh memilih ketiganya, bis ini yang bakal saya pilih untuk keliing negara-negara ASEAN.
Oh iya, bis ini akan berhenti rest area. Kalau kamu pengen makanan yang halal, sebaiknya bungkus saja dari kota sebelumnya. Karena di kantin rest area agak sulit mencari makanan.
Namanya Safi, ia seorang supir tuk-tuk kamboja yang kebetulan muslim. Kami diberi kontak beliau oleh pemilik hotel yang kami tempati di Siem Reap.
Waktu turun dari bis kami pun langsung dijemput oleh Safi dan langsung diantar ke hotel kami yang tak jauh dari Masjid Al-Serkal, salah satu masjid terbesar di Kamboja yang baru saja diresmikan tahun 2015.
Saya dan seorang kawan saya memutuskan untuk tinggal dua malam di Phnom Penh. Dan Safi kami daulat jadi driver sekaligus pemandu.
Safi punya fitur yang cukup menarik : Ia bisa berbahasa Malaysia! Paling tidak ia sedikit banyak bisa mengerti kami yang berbahasa Indonesia. Kalau kamu butuh kontak Safi, kamu bisa japri saya saja.
Perhentian kedua saya setelah Masjid Al-Serkal adalah taman di depan Royal Palace. Sore itu, matahari bersinar terik menyinari Royal Palace dan Sungai Mekong. Ada banyak sekali burung merpati yang bertebaran di taman ini.
Banyak. Pake. Banget!
Pagi hari keesokan harinya saya memotret ke dua pasar. Toul Tom Poung Market dan Central Market.
Beberapa pilihan makanan halal di Phnom Penh. Ada beberapa street food halal di dekat Masjid. Selain itu saya mencoba dua restoran di bawah ini.
Karena Safi melihat saya senang memotret, ia menyarakankan kami untuk datang ke salah satu sudut sungai Mekong tempat para muslim dari kerajaan champa bermukim.
Kondisinya agak menyedihkan. Mereka sebagian tinggal di atas perahu, sebagian membangun gubuk di rumah panggung atas laut dan gubuk di daratan tepi sungai.
Memasuki kawasan ini, Safi yang biasa menyebut sues-dei sebagai salam bahasa Khmer tidak melakukannya. Dia mengucap Assalammualaikum.
Muslim disini adalah sisa keturunan kerajaan Champa, kerajaan islam yang pernah menguasai sebagian Kamboja dan Vietnam. Namun mereka sudah tersingkirkan oleh Kerajaan Khmer. Para orang champa ini pun jadi minoritas di Kamboja.
Safi pun mengantarkan kami kembali ke hotel dan saya bersiap untuk destinasi berikutnya : Saigon!
.
masjidnya bagusss….semoga sempat berkunjung ke sini saat ke Phnom Penh
Iya keren banget masjidnya, katanya sumbangan dari dubai
boleh minta no kontak mr. safi