
Setiap perjalanan, saya selalu berusaha untuk memakai konsep green travel, atau sustainable traveling, bahasa Indonesianya : wisata yang berkelanjutan.
Green travel sebetulnya tak melulu hanya memperhatikan kelestarian lingkungan hidup – kurangi menggunakan kendaraan ataupun tak memasuki daerah cagar alam – adalah contoh yang sering kita dengar.
Ada konsep yang sama pentingnya dengan itu, yang kadang terlupakan : Get local!
Jadi, mengapa memangnya kita harus melibatkan warga lokal untuk setiap perjalanan kita? Ini beberapa alasannya :
1. Lebih dari sekedar turis
Dulu, saya adala tipe turis yang lebih suka menjelajah dengan menggunakan lonely planet. Lama kelamaan, saya tersadar bahwa saya hanya sedang menjelajahi buku itu, bukan menjelajahi tempat yang sebenarnya.
Cobalah ngobrol-ngobrol dengan warga lokal, kita pasti akan terkejut dengan rekomendasi mereka. Tempat-tempat, makanan, ataupun kegiatan yang mungkin nggak ada di buku panduan ataupun pencarian google, kemungkinan besar bisa kita temui!
Waktu melakukan perjalanan seorang diri ke Ujung Genteng, saya sempat berbincang dengan seorang nelayan. Sesaat setelah itu, dia malah mengajak saya menginap di rumahnya. Beruntung, saya jadi sempat merasakan bagaimana hidup di desa nelayan yang bisa dibilang masih jauh dari sejahtera. Ikan apa saja yang sering mereka makan, bagaimana mereka mengolahnya, dan tentu saja; tempat-tempat photogenic yang masih jarang didatangi orang dimana hanya warga lokal yang tahu.
Mereka dengan senang hati akan mengantarkan kita.
Pengalaman dengan warga lokal ini yang membuat perjalanan kita berbeda. Kita menjadi melihat dari dalam, lebih bearti dari pada sekedar melihat dari sisi luar sebagai turis biasa. Seperti yang biasa dilakukan oleh komunitas withlocal yang sudah banyak di Bali.
2. Memajukan Ekonomi Lokal
Saya juga selalu memastikan uang yang saya keluarkan saat traveling masuk ke kantong yang seharusnya. Misalnya saja saat memilih penginapan, pastikan penginapan tersebut adalah milik warga lokal. Atau kalaupun tak ada, pastikan juga mereka menggunakan karyawan lokal di penginapan tersebut.
Sama halnya juga ketika memilih tour operator ataupun membeli makanan.
Bicara tentang makanan, tentu kita sebagai pejalan ingin mencicipi menu lokal bukan? Jauh-jauh ke maluku utara, masa masih mau makan ayam goreng? Jauh-jauh ke Palembang, masa masih saja nyari McD? Nggak cari restoran pempek legendaris disana?
Roam like a tourist, but act like a local :)
Dengan begitu kita telah memajukan ekonomi lokal dan secara tak langsung melestarikan mahakarya mereka.

3. Belajar dari kearifan lokal
Makin sering kita melakukan perjalanan, kita akan makin belajar untuk menerima perbedaan. Setidaknya itu yang saya pelajari.
Ketika mendengar suatu suku di pedalaman jawa barat yang tak mau menerima ‘teknologi’, mungkin kita hanya bisa mencibir. Tapi, ketika kita sudah masuk ke dalam kehidupan mereka, kita pun akan tersenyum menerima kearifan yang mereka jaga.
Saat traveling, meleburlah dengan budaya lokal. Pelajari beberapa dasar bahasa lokal seperti menyebutkan salam dan terima kasih. Mereka akan sangat senang sekali ketika kita mencoba bahasa mereka, salah satu tips untuk mencarikan suasana hehe.
Actually i have an eargasm when hear local people talk each other in their language!
So, sudah siap membaur dengan warga lokal saat traveling?
Happy green travels!
[adv]
Leave a Reply to cumilebay.comCancel reply